Sabtu, 02 Juli 2011

JEJAK PAGI
















Alhamdulillah kulantunkan puji berdarah sepi
Menyadur subuh di rahim jati
Mengingat pagi, Siapa yang berapi?


Dentum arloji dari setes cahaya matahari
Terbentang menenusuri jalanku sendiri
bersama mata dipundak kiri
kupikul cintaku samapai kebukit negri

Dimana rahim pecah berkeping
darah hendak tertirah, menangis bersama pecahan puing
dan tergeletak di atas tangis tanah kering.

Perlahan perasangka mimpi
Membuih fikiran kita lalu menggerus syaraf jiwa dengan ingatannya
seperti kehampaan besar diselmuti pagi yang mengetahui cerita luka
Tanpa meneteskan sayap cinta sehelai saja!

Tanpamu
Pagi ambruk seperti bangkai dicampak ladang
Tanpamu
Matahari rubuh seperti pengemis gairah mengejar bayang

Pagi yang tersendu ditulangku tampak ragu
Jika aku harus meraungkan sesuatu yang pergi menjadi benalu!


(Yud, Jakarta 03/06/11)

0 komentar:

Posting Komentar

 
;